Cari Blog Ini

Dolls Comments Pictures

Jumat, 07 September 2012

PERTIMBANGAN DAN MANAJEMEN PERAWATAN PROSTODONTI PADA PASIEN LANSIA BERUMUR 87 TAHUN

SEMINAR PROSTODONSIA 8 SEPTEMBER 2012 PERTIMBANGAN DAN MANAJEMEN PERAWATAN PROSTODONTI PADA PASIEN LANSIA BERUMUR 87 TAHUN Prosthodontic Treatment Considerations and Management of A Frail 87-Year Old Patient 1. Christiaan Vorster (Registrar), BChD, Department Prosthodontics, University of Pretoria, Pretoria, South Africa 2. Andre W. van Zyl (Head of Department), BChD, MChD, Department Periodontics, University of Pretoria, Pretoria, South Africa International Dentistry SA / Australian Edition 2009; 11 (5): 6-12 Pembimbing Ariyani, drg. Hubban Nst, drg. NIP.19770905 200212 2 002 NIP. 19860423 200912 1 005 Mahasiswa, Simfo Ferawati (070600095) PERTIMBANGAN DAN MANAJEMEN PERAWATAN PROSTODONTI PADA PASIEN LANSIA BERUMUR 87 TAHUN Pendahuluan Populasi lansia di seluruh dunia semakin meningkat. Populasi lansia yang paling banyak di Amerika Serikat adalah 65 tahun keatas, dan diharapkan jumlah orang lanjut usia (80 tahun keatas) semakin meningkat di banyak negara. Peningkatan jumlah lansia menunjukkan adanya peningkatan perawatan dan perhatian khusus untuk mempertahankan kualitas hidup dalam mengatasi ketidakmampuan/ kecacatan dan pertumbuhan yang lemah pada kelompok ini. Hasil akhirnya adalah permintaan untuk pelayanan kesehatan dan sosial akan meningkat secara pesat pada seperempat abad berikutnya. Kehilangan gigi mempunyai pengaruh langsung dalam penurunan fungsi pengunyahan dan perubahan yang buruk pada diet seimbang. Hal ini tidak hanya meningkatkan penyakit rongga mulut, tetapi juga defisiensi berbagai macam mikro-nutrien yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap kekebalan tubuh. Hal ini dapat membuat pasien lebih rentan terkena penyakit/ infeksi dan bahkan kanker. Gigitiruan yang tidak pas akan memperburuk keadaan ini, dan pasien mungkin menghindari aktivitas sosial tertentu karena merasa malu untuk berbicara, tersenyum, atau makan di hadapan orang lain. Pasien geriatrik yang stabil secara medis mungkin dapat dilakukan operasi implan gigi. Perawatan implan gigi dapat meningkatkan fungsi, kenyamanan, dan kualitas rongga mulut. Penelitian telah menunjukkan bahwa implan gigi dapat diaplikasikan pada pasien lansia yang lemah secara berhasil. Kurangnya stabilitas gigitiruan yang memadai dan kualitas fungsional dari gigitiruan, adalah indikasi untuk pembuatan implant retained overdenture untuk pasien lansia. Overdenture dengan dua implan sekarang dianggap sebagai standar perawatan utama untuk pasien edentulus di negara-negara maju. Implan memberikan retensi tambahan dan stabilitas ke implant retained overdenture, selain menjadi bagian jaringan pendukung pada perawatan gigitiruan konvensional, juga menciptakan kepuasan yang lebih tinggi dalam pemulihan pasien dengan cara perawatan ini. Pasien juga melaporkan bahwa fungsi pengunyahan lebih baik dengan cara implant retained overdenture dibandingkan dengan gigitiruan konvensional. Komentar dari editorial terbaru oleh Morton L. Perel menyatakan ‘... kedokteran gigi geriatrik harus dimulai dengan kedokteran gigi implan, sehingga implan tidak hanya digunakan sebagai alternatif terakhir. Sebelum lansia tergantung pada bantuan orang lain dan memerlukan fasilitas hidup dasar, pasien setidaknya harus memiliki gigitiruan dalam rongga mulutnya daripada hanya dibiarkan dalam gelas air. Ini adalah masalah fungsi. Ini adalah masalah martabat ... '. Sejumlah pasien yang lemah dan tergantung pada orang lain dalam perawatan sehari-hari, semakin banyak menggunakan implant retained overdenture. Perawatan prostodontik sehubungan dengan pemakaian implant retained overdenture dapat menjadi rumit, memakan waktu, mahal, dan kemungkinan masalah ini akan menambah kesulitan memelihara kesehatan rongga mulut pada pasien lansia. Laporan Kasus Seorang pria sehat berusia 87 tahun datang dengan keluhan utama gigitiruan parsial rahang bawah yang tidak cekat. Dia memiliki karies yang luas dengan sisa akar pada gigi 17, 33 32, 43, 44 dan 47 tanpa rasa sakit yang jelas. Protesanya saat ini adalah gigitiruan penuh rahang atas (Gambar 1) yang sudah dipakai selama 20 tahun, dan modifikasi gigitiruan parsial rahang bawah (Gambar 2). Gambar 1. Gigitiruan rahang atas yang sudah 20 tahun Gambar 2. Modifikasi gigitiruan parsial rahang bawah Pasien tidak memakai gigitiruan parsial rahang bawah, karena kehilangan retensi dan stabilitas. Terdapat resorpsi prosessus alveolar rahang bawah akibat kehilangan gigi, menghasilkan tinggi rata-rata di daerah inter-foraminal rahang bawah sebesar 15mm. Rencana Perawatan Pasien diperiksa secara klinis oleh periodontis dan prostodontis. Gambaran radiografi panoramik sebelum perawatan (Gambar 3) diambil dan dievaluasi. Dari hasil evaluasi dan pemeriksaan maka diputuskan untuk membuat gigitiruan rahang atas yang baru dengan gigitiruan implant retained overdenture di rahang bawah. Gambar 3. Radiografi panoramic sebelum perawatan Tahap awal pembedahan adalah meliputi pencabutan sisa akar, dan setelah periode penyembuhan selama 3 bulan, dua implan interforaminal dipasangkan. Pembu-atan gigitiruan akhir kemudian dapat dimulai, dan dipasangkan kepada pasien setelah periode integrasi 8 minggu dari implan. Jadwal pertemuan adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan dan penca-butan sisa akar (fase bedah awal). 2. Pembuatan cetakan pertama dan penempatan implan (fase bedah implan pertama). 3. Pembuatan cetakan akhir dan pencatatan oklusal. 4. Passen gigitiruan dan membuka mukosa yang menutup implan (fase bedah implan kedua). 5. Pemasangan gigitiruan dan follow-up implan Kunjungan Pertama (Fase Bedah Awal) Pasien dianestesi dengan anestesi lokal. Sisa akar dicabut dengan bein dan tang ekstraksi, hindari teknik yang dapat menyebabkan trauma besar. Soket bekas pencabutan dikuret untuk mengangkat seluruh sisa jaringan yang dapat menginfeksi. Instruksi pasca pencabutan diterangkan kepada pasien. Kunjungan Kedua (Pencetakan Awal dan Fase Bedah Implan Pertama) Pasien di-follow up 3 bulan setelah pencabutan sisa akar dan penyembuhan soket ekstraksi diperhatikan (Gambar 4 dan 5). Puncak tulang alveolar anterior rahang bawah diklasifikasikan menurut Cawood dan Howell sebagai Kelas IV ( bentuk Knife-edge ridge, memiliki tinggi yang adekuat tetapi lebar tidak adekuat). Klasifikasi restoratif SAC ditujukan pada kasus prostetik. Pencetakan awal dilakukan dengan menggunakan bahan cetak alginat dan sendok cetak anatomis untuk membuat model studi (Gambar 6). Semua batas anatomi harus jelas tercetak. Gambar 4. Penilaian klinis rahang atas setelah pencabutan sisa akar Gambar 5. Penilaian klinis rahang bawah setelah pencabutan sisa akar Gambar 6. Model studi Klasifikasi bedah SAC ditujukan pada kasus bedah. Keputusan diambil untuk menempatkan dua implan Straumann Bone-level yang berdekatan. Lebar tulang memungkinkan untuk penempatan dua implan NC berdiameter 3.3 mm dan panjang 10 mm. Diputuskan untuk menggunakan SLActive surface implant, untuk memaksimalkan respon penyembuhan dalam dua minggu pertama. Sebuah pulse oximeter dihubungkan pada pasien untuk memantau saturasi oksigen dan denyut jantung selama prosedur bedah. Anestesi lokal (dengan vaso-konstriksi) digunakan untuk menginfiltrasi daerah interforaminal rahang bawah. Dua insisi minimal pada pertengahan puncak alveolar dibuat di area yang ditujukan untuk implan. Diikuti dengan pengeboran tulang dengan standar Straumann untuk penempatan implan Bone-level. Implan dipasangkan setelah persiapan osteotomi pada posisi gigi 32 dan 42. Insertion torque sebesar 15 Ncm dibuat di daerah 32, dan sebesar 30 Ncm di daerah 42. Sekrup penutup dipasangkan dan insisi dijahit dengan benang Chromic No. 6/0. Selama prosedur operasi, saturasi oksigen bervariasi dari 94-97% dan denyut nadi meningkat dari 65 sampai maksimal 76. Instruksi pasca perawatan operasi diberikan kepada pasien. Kunjungan Ketiga (Kontrol Bedah, Cetakan Akhir dan Pencatatan Oklusal) Sendok cetak individual rahang atas dan rahang bawah dibuat menyatu dengan oklusal rim, dibuat dari model anatomis cetakan pertama sebelum pertemuan dengan pasien (Gambar 7). Gambar 7. Oklusal rim rahang atas dibuat menyatu dengan sendok cetak individu Kontrol bedah pada daerah insisi dilakukan 10 hari setelah penanaman implan. Jaringan lunak sembuh tanpa keluhan, dan jahitan dibuka. Oklusal rim disesuaikan untuk mencatat dimensi vertikal oklusi (VDO) yang benar, dukungan bibir, garis senyum dan midline. Idenya adalah untuk menduplikasikan hubungan rahang dengan gigitiruan yang lama, sehingga pasien lebih mudah beradaptasi dengan gigitiruan yang baru. Border moulding dibuat dengan menggunakan compound green stick (Gambar 8). Gambar 8. Border moulding digabungkan dengan peripheral seal rahang atas sebelum pencetakan akhir dibuat Cetakan closed-mouth dibuat dengan bahan cetak polyeter (Gambar 9), dan pasien melakukan gerakan mulut yang normal, untuk memastikan pergerakan otot dalam basis gigitiruan yang adekuat. VDO diperiksa dan disesuaikan setelah pengambilan cetakan. Gambar 9. Pencetakan akhir rahang atas dengan bahan cetak polieter Kunjungan Keempat (Passen Gigi Tiruan, Fase Bedah Implan Kedua) Pasien di-follow up selama 8 minggu setelah pemasangan implan. Passen gigitiruan dengan wax telah dilakukan, dan semua parameter oklusi, fungsional dan estetisnya dievaluasi (Gambar 10). Border seal ditinjau kembali untuk mendapatkan stabilitas dan retensi yang adekuat. Gigitiruan kemudian dikirim ke laboratorium untuk dibuat ke bentuk resin akrilik. Gambar 10. Pencobaan wax gigi tiruan Pulse oximeter dihubungkan pada pasien untuk memantau saturasi oksigen dan denyut jantung selama prosedur pembedahan. Anestesi lokal (dengan vaso-konstriktor) diinfiltrasi-kan kedalam mukosa di sekitar implan, dan posisi implan ditinjau kembali. Insisi kecil dibuat, kemudian jaringan berkeratin disingkirkan, untuk memperoleh retensi yang cukup pada mukosa berkeratin di kedua sisi implan yaitu bukal dan lingual. Osseointegrasi dari implan ditinjau dengan alat Radio Frequency Analysis (Osstell AB, Gothenborg, Sweden), menghasilkan Implant Stability Quotient (ISQ) yang adekuat. Penutup sekrup dibuka, dan Locator abutment dengan panjang 2mm, diletakkan pada implan dan diputar dengan kekuatan 35 Ncm (Gambar 11-14). Gambar 11. Locator abutment (2 mm) Gambar 12. Passen trial locator abutment Gambar 13. Penanaman locator abutment secara implant Gambar 14. Kekuatan putaran 35 Ncm diaplikasikan pada locator abutment. Selama prosedur operasi, saturasi oksigen bervariasi 98-100% dan denyut nadi meningkat dari awal 68 sampai maksimal 71. Instruksi pasca operasi diberikan kepada pasien. Kunjungan Akhir (Pema-sangan Gigitiruan) Tahap ini dilakukan 2 minggu setelah fase kedua bedah implan. Jaringan lunak sekitar penyangga sudah sembuh total. Gigitiruan rahang atas dipasangkan, dan semua parameter oklusal, fungsional, dan estetik dievaluasi (Gambar 15). Gambar 15. Penyelesaian gigitiruan resin akrilik Kemudian penempatan caps gigitiruan intraoral diproses dengan prosedur reline, untuk memberikan sifat visko-elastis pada basis gigitiruan yang berkontak dengan mukosa. Oklusi gigi tiruan diperiksa, setelah lokasi penyangga ditandai pada permukaan yang tertekan gigitiruan rahang bawah. Lekukan pada daerah ini dibor (Gambar 16) sebagai tempat caps titanium gigitiruan pada locator attachment (Gambar 17) dan ruang yang adekuat untuk bahan reline. Gambar 16. Lekukan dibur pada permukaan gigitiruan rahang bawah sebagai caps gigitiruan Gambar 17. Gambaran intraoral dari locator abutment Blok-out spacer ditempatkan di atas penyangga, untuk mencegah masuknya bahan reline ke dalam daerah undercut (Gambar 18). Caps gigitiruan dipasangkan di atas penyangga dan kesesuaian gigitiruan cekat diuji melalui caps gigitiruan, untuk memastikan bahwa penyangga tidak mengganggu posisi gigitiruan. Bahan reline dicampur sesuai dengan petunjuk pabrik, dan diaplikasikan pada lekukan di basis gigitiruan. Gigitiruan ditempatkan di atas caps gigitiruan, dan pasien diinstruksikan untuk menggigit pada posisi oklusi sentrik. Gigitiruan dibiarkan tetap pada tempatnya untuk setting bahan reline, setelah itu dikeluarkan dari mulut dan ditempatkan pada wadah polimerisasi untuk pengerasan akhir dari bahan. Kelebihan akrilik dibuang dan gigitiruan dipoles. Gambar 18. Block-out spacer untuk mencegah bahan reline mengalir kedalam undercut Komponen processing male hitam digantikan dengan komponen male biru (retensi ringan- 1,5 lbs) (Gambar 19-21), dan gigitiruan dipasangkan kepada pasien (Gambar 22). Instruksi pasca perawatan yang diberikan berkaitan dengan pelepasan dan pemasangan gigitiruan, dan kebersihan gigitiruan. Gambar 19. Komponen processing male hitam setelah reline dilepaskan dari caps gigitiruan Gambar 20. Caps gigitiruan tanpa retensi komponen male Gambar 21. Penyelesaian gigitiruan rahang bawah dengan komponen male biru Gambar 22. Pemasangan gigitiruan yang telah selesai kepada pasien Gambar 23. Gambaran panoramic pasca perawatan menunjukkan intergrasi implan gigi yang baik. Gambar 24. Foto senyum pasien menunjukkan estetik dan dukungan bibir yang adekuat Kesimpulan Protokol perawatan ini me-nunjukkan keberhasilan pada pasien lansia dengan integrasi implan yang baik (Gambar 23) implant retained overdenture, dengan memanfaatkan protokol minimal invasif. Implan meningkatkan retensi dan stabilitas gigitiruan rahang bawah. Sejak pemakaian protesa, pasien melaporkan adanya peningkat-an fungsi pengunyahan, peningkatan berat badan dan hubungan sosial. Perawatan ini juga telah terbukti memberikan rehabilitasi lengkap (Gambar 24), memanfaatkan protokol konvensional dalam beberapa kunjungan minimal. DAFTAR PUSTAKA 1. Wu B, Plassman BL, Liang J, Wei L. Cognitive Function and Dental Care Utilization Among Community-Dwelling Older Adults. Am J Public Health. 2007;97:2216-2221. 2. MacEntee MI. Caring for Elderly Long-Term Care Patients: Oral Health–Related Concerns and Issues. Dent Clin N Am. 2005;49:429–443. 3. Shah N, Parkash H, Sunderam KR. Edentulousness, denture wear and denture needs of Indian elderly – a community-based study. J Oral Rehabil. 2004;31:467–476. 4. Awad MA, Lund JP, Shapiro SH, Locker D, Klemetti E, Chehade A. Oral health status and treatment satisfaction with mandibular implant overdentures and conventional dentures: a randomized clinical trial in a senior population. Int J Prosthodont. 2003;16:390–396. 5. Feine JS, Carlsson GE, Awad MA, Chehade A, Duncan WJ, Gizani S. The McGill consensus statement on overdentures. Mandibular two-implant overdentures as first choice standard of care for edentulous patients. Gerodontology. 2002;19:3–4. 6. Assuncoa WG, Zardo GG, Delben JA, Bara VAR. Comparing the efficacy of mandibular implant-retained overdentures and conventional dentures among elderly edentulous patients: satisfaction and quality of life. Gerodontology. 2007;24:235–238. 7. Perel ML. Implants and the Elderly. Impl Dent. 2007;16:225. 8. Grant BN, Kraut RA, ‘Dental Implants in Geriatric Patients: A Retrospective Study of 47 Cases. Implant Dent. 2007;16:362–368. 9. Cawood JI, Howell RA. A classification of the edentulous jaws. Int J Oral Maxillofac Surg. 1988;17:232–235. 10. Dawson A, Chen S, Buser D, Cordaro L, Martin W, Belser U. The SAC Classification in Implant Dentistry. Berlin: Quintessence Publishing Co, Ltd; 2009.